Rohingya bantu Junta Militer tumpas Pemberontak Arakan yang Kuasai Kota-Kota Strategis di Barat Myanmar.


Konflik di Myanmar terus meningkat dengan signifikan, ditandai oleh keberhasilan kelompok pemberontak, termasuk Tentara Arakan (Arakan Army/AA), dalam merebut sejumlah kota strategis dari kendali militer. Situasi ini mencerminkan perubahan dramatis dalam peta kekuasaan di negara tersebut.

Menurut laporan dari Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (National Unity Government/NUG), sebelum jatuhnya kota Myawaddy, kelompok pemberontak telah menguasai lebih dari 60% wilayah negara itu.  Kota Myawaddy sendiri, yang terletak di dekat perbatasan Thailand, direbut oleh Tentara Pembebasan Nasional Karen (Karen National Liberation Army/KNLA), sayap bersenjata dari Persatuan Nasional Karen (Karen National Union/KNU). Jatuhnya Myawaddy dianggap sebagai simbol kekalahan dan runtuhnya ekonomi junta militer, mengingat kota ini merupakan pusat perdagangan penting antara Thailand dan Myanmar. 

Selain itu, Tentara Arakan (AA) telah merebut setidaknya enam kota kecil di Negara Bagian Rakhine dan terus berjuang untuk menguasai lebih banyak wilayah.

Menariknya, dalam perkembangan terbaru, militer Myanmar telah meminta bantuan dari etnis Rohingya untuk melawan kelompok pemberontak, khususnya Tentara Arakan. Setidaknya 100 orang Rohingya sedang menjalani wajib militer selama beberapa pekan terakhir untuk membantu junta Myanmar bertempur.  Hal ini terjadi hampir tujuh tahun setelah militer Myanmar dituduh melakukan pembersihan etnis terhadap Rohingya, yang menyebabkan ribuan orang tewas dan ratusan ribu mengungsi. 

Keputusan sebagian etnis Rohingya untuk membantu militer Myanmar dapat dipahami sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan di tengah situasi yang kompleks dan berbahaya. Namun, langkah ini juga menimbulkan pertanyaan etis dan strategis, mengingat sejarah panjang penindasan yang dialami oleh komunitas Rohingya di tangan militer.

By: M.N.Aziz