Kisah Kutil "Lenggaong" Revolusioner dari Tegal: Repotkan Pemerintah Pusat hingga Pidato Bung Karno di Slerok
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, terjadi berbagai gejolak revolusi sosial di beberapa daerah, salah satunya dikenal sebagai Peristiwa Tiga Daerah di Tegal, Brebes, dan Pemalang. Revolusi ini terjadi sebagai respons terhadap ketidakpuasan rakyat atas ketidakadilan sosial dan dominasi feodal yang masih bertahan pasca-kemerdekaan.
Gerakan ini dipimpin oleh kelompok revolusioner lokal yang menentang pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri. Para petani, buruh, dan rakyat kecil merasa bahwa perjuangan kemerdekaan belum sepenuhnya membawa keadilan sosial. Mereka menggulingkan para pejabat lokal, termasuk bupati dan lurah, yang dianggap kolaborator Jepang atau masih berpihak pada struktur feodal. Gerakan ini berubah menjadi aksi kekerasan, termasuk penangkapan dan eksekusi tokoh-tokoh yang dianggap sebagai "musuh rakyat."
Di tengah gejolak tersebut, muncul seorang tokoh revolusioner bernama Sakhyani, yang lebih dikenal dengan julukan "Kutil" atau "Lenggaong." Ia adalah seorang tukang cukur dari desa Talang di Tegal yang berani memimpin perlawanan rakyat kecil melawan para pejabat kolonial dan feodal. Julukan "Lenggaong" diberikan karena keberaniannya yang melampaui batas dan kepemimpinannya yang mencolok dalam mengorganisasi rakyat.
Kutil menjadi simbol perlawanan dan revolusi rakyat di Tiga Daerah. Ia memimpin berbagai aksi untuk merebut kekuasaan lokal, mendistribusikan tanah-tanah feodal kepada para petani miskin, dan menciptakan sistem pemerintahan rakyat yang berpihak pada kaum kecil. Tindakannya membawa dampak besar, tetapi juga menuai kontroversi karena metode revolusionernya seringkali dianggap terlalu keras dan "salah kaprah". Di beberapa babak konflik Kelompok Revolusioner tersebut bahkan secara terang-terangan berani melawan tokoh-tokoh agama Islam atau Kyai.
Seiring berjalannya waktu, tindakan kelompok revolusioner di Tiga Daerah mulai dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah pusat. Pemerintah melihat gerakan ini sebagai pemberontakan terhadap kedaulatan negara yang baru saja diproklamasikan. Pada akhir 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI), diperintahkan untuk menumpas gerakan ini.
Kutil akhirnya ditangkap oleh TKR setelah operasi besar-besaran di wilayah Tegal. Ia dituduh melakukan pemberontakan dan tindakan melawan hukum atas nama revolusi sosial. Penangkapan Kutil menandai runtuhnya perlawanan rakyat di Tiga Daerah, meskipun semangat perjuangannya tetap dikenang oleh sebagian masyarakat sebagai simbol keberanian melawan ketidakadilan.
Tindakan Pemerintah Pusat dan Pidato Bung Karno di Slerok
Untuk mengakhiri kekacauan di Tiga Daerah, pemerintah pusat mengambil langkah tegas. Selain mengirim pasukan untuk memulihkan keamanan, pemerintah juga melakukan pendekatan diplomatis untuk meredam ketegangan. Salah satu momen penting dalam upaya ini adalah pidato Presiden Ir. Soekarno di Stadion Slerok (kini Stadion Yos Sudarso), Tegal, pada tahun 1946.
Dalam pidatonya, Bung Karno menyerukan persatuan bangsa dan menegaskan bahwa gerakan di Tiga Daerah bertentangan dengan cita-cita Republik Indonesia. Bung Karno berkata:
"Hai rakyat Tegal, Brebes, dan Pemalang, jangan kamu mendirikan republik kecil-kecilan, jangan kau mendirikan republik sendiri-sendiri, jangan ada Republik Tegal, Republik Slawi, Republik Talang, Republik Brebes, dan Republik Pemalang. Hentikan tindakan yang sesat, kita harus bersatu, kita harus mendirikan republik yang kuat dan besar."
Pidato ini menjadi titik balik dalam mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah pusat. Pesannya menegaskan pentingnya persatuan nasional dan mengakhiri fragmentasi politik yang dapat mengancam kedaulatan Indonesia.
By: M.N.Aziz